Selamat Datang ...

Selamat datang di situs Dharma Wanita Persatuan Kementerian Perumahan Rakyat periode kepengurusan 2009-2014...

Anggaran Rumah Tangga DWP

Anggaran Rumah Tangga


BAB I KETENTUAN UMUM



Pasal 1



Dalam Anggaran Rumah Tangga ini yang dimaksud dengan :



1.Anggaran Dasar adalah Anggaran Dasar sebagaimana ditetapkan dalam Musyawarah Nasional I Dharma Wanita Persatuan Nomor: KEP 04/MN I DWP/XII /2004; tanggal 9 Desember 2004.

2.instansi Pemerintah adalah sebutan kolektif terhadap lembaga-lembaga pemerintahan seperti departemen, kantor menteri negara, lembaga pemerintah nondepartemen, Sekretariat Jenderal Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Sekretariat Jenderal Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Sekretariat Jenderal Mahkamah Agung (MA), badan usaha milik negara (BUMN), pemerintah daerah beserta jajaran organisasi dalam lingkungannya dan badan usaha milik daerah (BUMD).

3.Instansi Pemerintah Pusat yang disingkat IPP terdiri dari:



a.kantor menteri negara koordinator;

b.departemen;

c.kantor menteri negara;

d.lembaga pemerintah nondepartemen;

e.Sekretariat Jenderal MPR, Sekretariat Jenderal DPR, Sekretariat Jenderal BPK, Sekretariat Jenderal MA;

f.BUMN termasuk bank-bank milik pemerintah.

4.Instansi vertikal adalah satuan organisasi pemerintah pusat yang berada di wilayah/ daerah, seperti kantor wilayah (Kanwil) departemen dan kantor lembaga pemerintah nondepartemen.

5.Unsur pelaksana adalah satuan organisasi DWP yang menyelenggarakan fungsi sebagai pelaksana kebijaksanaan dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemimpin organisasi satu tingkat di atasnya.

6.DWP Unit Kerja Instansi Pemerintah adalah DWP pada satuan organisasi pemerintah yang mempunyai kedudukan, nama, dan tingkatan sesuai dengan struktur organisasi instansi pemerintah yang bersangkutan.

BAB II

KEANGGOTAAN



Bagian Pertama

Anggota, Hak, Kewajiban, dan Larangan



Pasal 2



1.Anggota biasa adalah:



a.istri pegawai negeri sipil (PNS);

b.istri pensiunan dan janda pegawai negerisipil (PNS) yang tidak menyatakan dirinya berkeberatan menjadi anggota;

c.istri pegawai badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD) yang belum berstatus persero;

d.istri pensiunan dan janda pegawai BUMN dan BUMD yang belum berstatus persero yang tidak menyatakan dirinya berkeberatan menjadi anggota;

e.istri kepala perwakilan Republik Indonesia (Rl) di luar negeri yang tidak menyatakan dirinya berkeberatan menjadi anggota;

f.istri walikota, istri wakil walikota, dan istri bupati, istri wakil bupati di Provinsi DKI Jakarta;

g.istri pejabat/petugas yang menyelenggarakan pemerintahan desa yang tidak menyatakan dirinya berkeberatan menjadi anggota;

h.istri anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), istri purnawirawan TNI, istri Polisi Republik Indonesia (Polri), istri purnawirawan Polri yang suaminya ditugasi pada instansi pemerintah sipil yang menyatakan dirinya tidak berkeberatan menjadi anggota;

i.pensiunan PNS wanita yang menyatakan dirinya tidak berkeberatan menjadi anggota.

2.Anggota luar biasa adalah:



a.istri menteri;

b.istri gubernur dan istri wakil gubernur;

c.istri bupati dan istri walikota; istri wakil bupati dan istri wakil walikota;

d.istri pemimpin BUMN dan BUMD yang belum berstatus persero, dan berasal dari partai politik.

3.Anggota kehormatan adalah:



a.istri Ketua MPR;

b.istri Ketua DPR;

c.istri Ketua BPK;

d.istri Ketua MA;

e.mantan Ketua Umum Dharma Wanita/Dharma Wanita Persatuan.

4.Keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) Huruf (a) s.d. (g) adalah pasif (otomatis).

5.Keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal (2) Ayat (1) Huruf (h) dan (i) adalah aktif (menyatakan diri secara tertulis).

6.Keanggotaan istri PNS yang berstatus warga negara asing (WNA) ditetapkan oleh ketua DWP yang bersangkutan atau ketua DWP satu tingkat di atasnya.

Pasal 3



1.Anggota biasa mempunyai hak:



a.memberikan pendapat dan saran;

b.memilih dan dipilih menjadi pengurus;

c.memperoieh manfaat dan pengayoman dari organisasi.

2.Anggota luar biasa mempunyai hak:



a.memberikan pendapat dan saran;

b.memperoieh manfaat dari organisasi.

3.Anggota kehonnatan mempunyai hak:



a.memberikan pendapat dan saran;

b.memperoieh manfaat dari organisasi.

Pasal 4



Anggota mempunyai kewajiban untuk:



a.menjunjung tinggi kehormatan bangsa, negara, dan pemerintah Republik Indonesia;

b.menjaga persatuan dan kesatuan serta memelihara nama baik organisasi;

c.menaati dan melaksanakan ketentuan organisasi;

d.berpartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi;

e.memberikan sumbangan tenaga dan pikiran bagi kemajuan organisasi;

f.membayar iuran.

Pasal 5



Anggota DWP yang menjadi anggota partai politik tidak boleh:



a.menjadi pengurus DWP;

b.membawa aspirasi partai politiknya ke dalam lingkungan organisasi. Bagian Kedua Berakhirnya Keanggotaan

Pasal 6



Keanggotaan DWP berakhir jika:



a.meninggal dunia;

b.tidak lagi berstatus sebagai istri PNS dan istri pensiunan/janda PNS; istri pegawai BUMN/BUMD dan istri pensiunan/janda pegawai BUMN/BUMD yang belum berstatus persero.

BAB III

KEPENGURUSAN



Bagian Pertama

Susunan, Tugas, dan Wewenang Pengurus DWP Pusat



Pasal 7



1.Susunan pengurus inti DWP Pusat terdiri dari :



a.ketua umum;

b.beberapa orang ketua;

c.sekretaris jenderal;

d.tiga orang ketua bidang.

2.Ketua umum dipilih dari utusan DWP Instansi Pemerintah Pusat dan pengurus DWP Pusat yang ditetapkan oleh Musyawarah Nasional.

3.Pengurus DWP Pusat sebagaimana dimaksud Ayat (1) Huruf (b), (c), (d), dan anggota pengurus lainnya dipilih dari utusan DWP Instansi Pemerintah Pusat dan ditetapkan oleh ketua umum.

4.Susunan organisasi sekretariat jenderal terdiri dari:



a.Bagian Organisasi,

b.Bagian Administrasi Umum,

c.Bagian Keuangan, dan

d.Bagian Informasi.

5.Susunan pengurus bagian sebagaimana dimaksud dalam Ayat (4) Huruf (a), (b), (c), dan (d) pasal ini terdiri dari:



a.seorang kepala bagian;

b.beberapa anggota sesuai dengan keperluan.

6.Susunan pengurus bidang sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) Huruf (d) pasal ini terdiri dari:



a.seorang ketua,

b.seorang wakil ketua,

c.seorang sekretaris, dan

d.beberapa orang anggota sesuai dengan keperluan.

7.Masing-masing bidang dapat membentuk subbidang sesuai dengan keperluan.

Pasal 8



1.Tugas dan wewenang pengurus DWP Pusat adalah :



a.menetapkan kebijaksanaan umum organisasi pada tingkat nasional sesuai dengan anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Keputusan Musyawarah Nasional, dan hasil Rapat Kerja Nasional;

b.memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijaksanaan umum yang telah ditetapkan dan dilaksanakan oleh unsur pelaksana DWP;

c.melakukan pembinaan organisasi dalam bentuk, antara lain, penetapan pedoman, petunjuk pelaksanaan, dan petunjuk teknis dalam pelaksanaan kegiatan.

2.Ketua umum mempunyai tugas dan wewenang:



a.memimpin dan membina organisasi DWP;

b.menetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasi sebagaimana digariskan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta Keputusan-Keputusan Musyawarah Nasional;

c.menyampaikan pertanggungjawaban tugasnya pada Musyawarah Nasional DWP;

d.melakukan perbuatan hukum untuk dan atas nama DWP.

3.Para ketua mempunyai tugas dan wewenang:



a.membantu ketua umum dalam pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Ayat (2) pasal ini;

b.mewakili ketua umum dalam mengkoordinasikan tugas yang bersifat teknis operasional;

c.memantau dan mengevaluasi kegiatan organisasi sesuai dengan bidang tugas masing-masing;

d.melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada ketua umum.

4.Sekretaris jenderal mempunyai tugas dan wewenang:



a.memimpin dan membagi tugas di ling-kungan Sekretariat Jenderal DWP Pusat;

b.merumuskan kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasi untuk ditetapkan oleh ketua umum;

c.menyelenggarakan pengelolaan administrasi dalam rangka mendukung kelancaran tugas-tugas organisasi;

d.menyelenggarakan pengelolaan keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

e.mengoordinasikan kegiatan-kegiatan Bagian Informasi;

f.melakukan hubungan kerja/kerja sama dengan lembaga/organisasi lain, sesuai dengan petunjuk ketua umum;

g.melaksanakan tugas-tugas lain atas petunjuk ketua umum;

h.melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua umum.

5.Ketua bidang mempunyai tugas:



a.memimpin dan membagi tugas di lingkungan bidang masing-masing;

b.menjabarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh ketua umum dalam bentuk pelaksanaan program kerja masing-masing;

c.melaporkan pelaksanaan tugasnya kepa-da ketua umum.

6.Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5) dijabarkan lebih lanjut dalam Pedoman Tata Keija DWP.

Bagian Kedua

Susunan, Tugas, dan Wewenang Pengurus Unsur Pelaksana DWP



Pasal 9



1.Susunan pengurus DWP Instansi Pemerintah Pusat, DWP Provinsi, DWP Kabupaten/DWP Kota, DWP Kecamatan, dan DWP Kelurahan/ DWP Desa terdiri dari:



a.(a) seorang ketua;

b.(b) wakil ketua;

c.(c) sekretaris;

d.(d) bendahara;

e.(e) tiga orang ketua bidang;

f.(f) pada Huruf (b), (c), (d), dan (e) dapat ditambah seorang atau lebih wakil dan anggota pengurus sesuai dengan keperluan.

2.Pengurus DWP pada unsur pelaksana/unit kerja dapat dibentuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi, yang sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara.

3.Tugas dan wewenang pengurus DWP pada unsur pelaksana/unit kerja adalah:



a.menetapkan kebijaksanaan teknis organisasi berdasarkan hasil Musyawarah Nasional, Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan kebijaksanaan organisasi satu tingkat di atasnya;

b.mengesahkan organisasi, pengurus, dan/atau ketua satu tingkat di bawahnya;

c.melaksanakan pembinaan organisasi pada unsur pelaksana dilingkungannya;

d.memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh unsur pelaksana di lingkungannya;

e.melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan situasi dan kondisi;

f.melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada organisasi satu tingkat di atasnya.

4.Wakil ketua mempunyai tugas dan wewenang:



a.membantu ketua dalam pelaksanaan tugasnya;

b.mewakili ketua dalam melaksanakan tugas yang bersifat teknis operasional;

c.melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada ketua.

5.Sekretaris mempunyai tugas dan wewenang:



a.melaksanakan pembinaan teknis organisasi, pengelolaan administrasi dan mengoordinasikan kegiatan informasi dalam rangka mendukung kelancaran tugas organisasi.

b.melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua.

6.Bendahara mempunyai tugas dan wewenang mengelola keuangan organisasi dan melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua.

7.Ketua bidang mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan kegiatan teknis operasional bidang masing-masing serta melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua.

8.Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 Ayat (3), (4), (5), (6), dan (7) dijabarkan lebih lanjut dalam Pedoman Tata Kerja DWP.

Bagian Ketiga

Pemilihan Ketua dan Pengurus



Pasal 10



1.Ketua DWP Instansi Pemerintah Pusat dipilih dalam Rapat Anggota;

2.Ketua DWP Provinsi dipilih dalam Musyawarah Provinsi;

3.Ketua DWP Kabupaten/Kota dipilih dalam Musyawarah Kabupaten/Kota;

4.Ketua unsur pelaksana/unit kerja pada DWP Instansi Pemerintah Pusat, DWP Provinsi, DWP Kabupaten/DWP Kota, DWP Kecamatan, DWP Kelurahan/DWP Desa dipilih dalam Rapat Anggota;

Bagian Keempat

Pembentukan Pengurus DWP Unsur Pelaksana/Unit Kerja pada Instansi Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan



Pasal 11



1.Unsur pelaksana/unit kerja pada DWP Instansi Pemerintah Pusat, DWP Provinsi, DWP Kabupaten/DWP Kota, DWP Kecamatan dapat membentuk kepengurusan di lingkungan masing-masing dengan mempertimbangkan keperluan serta efisiensi organisasi.

2.(2) Ketua dipilih dari dan oleh anggota dalam Rapat Anggota.

3.(3) Anggota pengurus lainnya ditetapkan oleh ketua.

4.(4) Susunan pengurus, tugas, dan wewenang pengurus berpedoman pada ketentuan ART

BAB IV

PENAMAAN DAN PENGGABUNGAN ORGANISASI



Pasal 12



1.Penamaan atau sebutan organisasi pada unsur pelaksana dan/atau unit kerja instansi pemerintah adalah dengan menyebut langsung nama organisasi atau satuan unit kerja instansi pemerintah yang bersangkutan, seperti DWP Departemen Dalam Negeri; DWP Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup; DWP Lembaga Administrasi Negara; DWP Sekretariat Negara; DWP Sekretariat Jenderal MPR; DWP Sekretariat Jenderal MA; DWP Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Bali; DWP Kantor Statistik Provinsi Sulawesi Selatan; DWP Kabupaten Cilacap; DWP Kota Balikpapan; DWP Universitas Airlangga; DWP Universitas Sam Ratulangi; DWP Kopertis Wilayah V.

2.Pengesahan nama organisasi yang baru dibentuk atau penggabungan dua atau lebih lembaga pemerintah ditetapkan oleh pengurus satu tingkat di atasnya.

Pasal 13



1.Penggabungan organisasi DWP antar unit kerja di lingkungan instansi pemerintah dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari ketua satu tingkat di atasnya.

2.Khusus untuk unit kerja yang jumlah anggotanya sedikit dan dari instansi yang berbeda, tetapi berada dalam satu wilayah dan sepakat untuk bergabung, secara organisatoris menjadi unsur pelaksana DWP Kabupaten/DWP Kota yang bersangkutan.

BAB V

PENGGANTIAN PENGURUS ANTARWAKTU, PERTANGGUNGJAWABAN, PENGESAHAN, DAN SERAH TERIMA



Bagian Pertama

Penggantian Pengurus Antarwaktu



Pasal 14



1.Jika ketua umum karena sesuatu hal tidak dapat melaksanakan tugasnya, digantikan oleh salah seorang ketua, sebagai pelaksana tugas, berdasarkan keputusan Rapat Pengurus Paripurna DWP Pusat.

2.Penggantian jabatan ketua umum sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) pasal ini berlaku sampai diselenggarakannya musyawarah nasional yang berikut.

3.Penggantian jabatan dalam lingkungan pengurus pusat, selain dimaksud dalam Ayat (1) pasal ini, ditetapkan oleh ketua umum.

4.Penggantian jabatan ketua antarwaktu pada unsur pelaksana DWP ditetapkan melalui kesepakatan pengurus/anggota secara demokratis dan berpedoman pada AD/ART.

5.Penggantian jabatan pengurus antarwaktu pada unsur pelaksana DWP ditetapkan oleh ketua.

Bagian Kedua

Pertanggungjawaban



Pasal 15



1.Dalam menjalankan tugasnya



a.Ketua Umum DWP bertanggung jawab kepada Musyawarah Nasional;

b.Ketua DWP Instansi Pemerintah Pusat bertanggung jawab kepada anggota dalam Rapat Anggota;

c.Ketua DWP Provinsi bertanggung jawab kepada Musyawarah Provinsi;

d.Ketua DWP Kabupaten/Kota bertanggung jawab kepada Musyawarah Kabupaten/Kota;

e.Ketua DWP unsur pelaksana/unit kerja bertanggung jawab kepada anggota dalam Rapat Anggota.

2.Ketua unsur pelaksana DWP melaporkan kegiatan organisasi kepada pengurus satu tingkat di atasnya, sekurang-kurangnya satu kali dalam satu tahun.

Bagian Ketiga

Pengesahan dan Serah Terima



Pasal 16



1.Pengesahan Ketua Umum DWP ditetapkan dengan Keputusan Musyawarah Nasional.

2.Penggantian ketua umum diikuti dengan serah terima jabatan yang dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani oleh ketua umum yang lama dan yang baru.

3.Pengesahan pengurus pusat lainnya ditetap kan dengan keputusan ketua umum.

4.Pengesahan ketua unsur pelaksana/unit kerja DWP ditetapkan oleh ketua satu tingkat diatasnya, termasuk penggantian ketua antarwaktu.

5.Pengesahan pengurus unsur pelaksana/unit kerja DWP, ditetapkan oleh ketua satu tingkat di atasnya hanya satu kali selama masa bakti.

6.Jika terjadi penggantian pengurus antarwaktu pada unsur pelaksana/unit kerja pengesahannya dilakukan oleh ketua DWP yang bersangkutan.

Pasal 17



Serah terima jabatan ketua unsur pelaksana/unit kerja dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani oleh ketua yang lama dan baru, serta disaksikan oleh penasihat.



BAB VI

DEWAN PENASIHAT DAN PENASIHAT



Bagian Pertama

Dewan Penasihat



Pasal 18



1.Dewan Penasihat DWP Pusat terdiri dari istri Ketua MPR, istri Ketua DPR, istri Ketua BPK, istri Ketua MA, dan istri menteri.

2.Dewan Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) pasal ini mempunyai tugas memberikan saran dan pertimbangan, baik ketika diminta maupun tidak diminta, kepada pengurus DWP Pusat.

Bagian Kedua

Penasihat



Pasal 19



1.Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua BPK, Ketua MA, menteri, kepala/ketua lembaga peme-rintah nondepartemen, kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, gubernur/ wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/ wakil walikota, pemimpin BUMN dan pemimpin BUMD yang belum berstatus persero, pemimpin unit kerja instansi vertikal di daerah, camat. dan lurah adalah Penasihat DWP instansi yang bersangkutan.

2.Sekretaris Daerah Provinsi, Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota selain menjadi Penasihat DWP Sekretariat Daerah masing-masing; juga adalah Penasihat DWP Provinsi, DWP Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

3.Istri Ketua MPR, istri Ketua DPR, istri Ketua BPK, istri Ketua MA, istri menteri, istri gubernur, istri wakil gubernur, istri bupati/istri walikota, dan istri wakil bupati/istri wakil walikota adalah Penasihat DWP instansi yang bersangkutan.

4.Istri pemimpin lembaga pemerintah nonde partemen, istri Kepala Perwakilan Rl di luar negeri, istri Sekretaris Jenderal MPR, istri Sekretaris Jenderal DPR, istri Sekretaris Jenderal BPK, istri Sekretaris Jenderal MA, yang tidak menjadi ketua adalah Penasihat DWP instansi yang bersangkutan.

5.Istri pemimpin unit kerja instansi pemerintah di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, istri camat, istri lurah, istri kepala desa, istri pemimpin BUMN, dan istri pemimpin BUMD yang belum berstatus persero yang tidak menjadi ketua adalah sebagai Penasihat DWP instansi yang bersangkutan.

6.Istri walikota dan istri bupati di Provinsi DKI Jakarta yang tidak menjadi ketua adalah sebagai Penasihat DWP yang bersangkutan.

BAB VII

MUSYAWARAH, RAPAT, KUORUM, DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN



Bagian Pertama

Musyawarah Nasional



Pasal 20



1.Musyawarah Nasional (Munas) diselenggarakan oleh pengurus DWP Pusat.

2.Untuk menyelenggarakan munas, Ketua Umum DWP menetapkan panitia munas, yang dibentuk selambat-lambatnya tiga bulan sebelum munas.

3.Peserta munas adalah:



a.pengurus DWP pusat;

b.utusan DWP Instansi Pemerintah Pusat;

c.utusan DWP Provinsi.

d.Peninjau ditentukan dan diundang oleh Panitia Musyawarah Nasional DWP.

4.Dalam hal dilaksanakannya Munas Luar Biasa, penyelenggaraan dan pesertanya adalah sama seperti pada munas sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), (2), (3), dan (4) pasal ini.

5.Penanggung jawab munas adalah Ketua Umum yang sedang menjabat pada saat munas diselenggarakan.

Bagian Kedua

Musyawarah Daerah



Pasal 21



1.Musyawarah daerah (Musda) dipersiapkan dan diselenggarakan oleh panitia yang ditetapkan oleh Ketua DWP Provinsi atau Ketua DWP Kabupaten/Kota.

2.Peserta Musyawarah Provinsi adalah:



a.pengurus DWP Provinsi;

b.utusan DWP Instansi Pemerintah Provinsi;

c.utusan DWP Kabupaten/Kota.

3.Peserta Musyawarah Kabupaten/Kota adalah:



a.pengurus DWP Kabupaten/Kota;

b.utusan DWP instansi pemerintah kabupaten/kota;

c.utusan DWP Kecamatan.

4.Penanggung jawab Musyawarah Provinsi adalah Ketua DWP Provinsi yang sedang menjabat pada saat musyawarah diselenggarakan.

5.Penanggung jawab Musyawarah Kabupaten/Kota adalah Ketua DWP Kabupaten/Kota yang sedang menjabat pada saat musyawarah diselenggarakan.

Bagian Ketiga

Rapat



Pasal 22



Rapat DWP terdiri dari:



a.rapat anggota,

b.rapat kerja,

c.rapat pengurus, dan

d.rapat koordinasi.

Pasal 23



1.Rapat Anggota adalah pertemuan antara pengurus dan para anggota untuk membahas masalah organisasi dan kegiatan dalam lingkungannya.

2.Rapat Anggota diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam enam bulan.

3.Jika jumlah anggota terlalu banyak, sehingga tidak memungkinkan untuk menghadirkan seluruhnya, rapat anggota dapat dilakukan dengan cara perwakilan atau utusan.

4.Tata cara penentuan perwakiian dan utusan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3) pasal ini ditentukan lebih lanjut oleh masing-masing pengurus DWP yang bersangkutan.

Pasal 24



1.Rapat Kerja diselenggarakan oleh pengurus DWP Pusat, Pengurus DWP Instansi Pemerintah Pusat, pengurus DWP Provinsi, dan pengurus DWP Kabupaten/Kota.

2.Rapat Kerja Nasional adalah rapat pengurus DWP Pusat dengan DWP Instansi Pemerintah Pusat dan Provinsi diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam tiga tahun.

3.Rapat Kerja DWP Instansi Pemerintah Pusat adalah rapat pengurus DWP Instansi Pemerintah Pusat dengan pengurus unit kerja dalam lingkungannya.

4.Rapaf Kerja DWP Provinsi adalah rapat pengurus DWP Provinsi dengan pengurus unsur pelaksana DWP Provinsi.

5.Rapat Kerja DWP Kabupaten/Kota adalah rapat pengurus DWP Kabupaten/Kota dengan pengurus unsur pelaksana DWP Kabupaten/Kota.

6.Rapat Kerja diselenggarakan untuk membahas, mengoordinasikan, serta mengintensifkan pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan kebijaksanaan organisasi yang telah ditetapkan.

Pasal 25



1.Rapat pengurus adalah pertemuan periodik antara pemimpin dan anggota pengurus untuk membahas dan mengambil keputusan tentang masalah organisasi dan kegiatan dalam lingkungannya.

2.Rapat pengurus diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam tiga bulan.

3.Rapat pengurus terdiri dari:



a.rapat pemimpin;

b.rapat pengurus inti;

c.rapat pengurus paripurna.

4.Rapat pemimpin dihadiri oleh ketua umum/ketua/ wakil ketua, dan sekretaris jenderal/sekretaris.

5.Rapat pengurus inti dihadiri oleh ketua umum/ketua/wakil ketua, sekretaris jenderal/sekretaris, bendahara, dan para ketua bidang.

6.Rapat pengurus paripurna dihadiri oleh seluruh anggota pengurus.

Pasal 26



1.Rapat Koordinasi adalah rapat antara pengu rus dan dewan penasihat/penasihat dan pihak lain pada sernua tingkat kepengurusan.

2.Rapat Koordinasi diiaksanakan jika ada:



a.kegiatan kerja sama dengan pihak lain,

b.kegiatan yang memerlukan keputusansegera dan bersifat strategis untuk kepentingan organisasi.

Bagian Keempat

Kuorum



Pasal 27



1.Musyawarah Nasional, Musyawarah Nasional Luar Biasa. dan Musyawarah daerah adalah sah jika dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari jumlah peserta yang seharusnya hadir.

2.Jika kuorum sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) pasal ini tidak terpenuhi, musyawarah ditunda sesuai dengan kebijaksanaan pemimpin musyawarah.

3.Ketentuan pada Ayat (1) dan (2) pasal ini berlaku juga untuk rapat yang tercantum pada

Bagian Kelima

Pengambilan Keputusan



Pasal 28



1.Setiap keputusan diambil berdasarkan musyawarah dan mufakat.

2.Jika cara tersebut pada Ayat (1) pasal ini tidak tercapai, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak.

3.Keputusan melalui pemungutan suara adalah sah jika didukung oleh sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari jumlah suara peserta yang hadir.

BAB VIII

KEUANGAN



Pasal 29



1.Keuangan DWP diperoleh dari:

1.iuran anggota;

2.sumbangan yang tidak mengikat;

3.usaha lain yang sah

2.Besarnya iuran, pembagian iuran anggota, dan pertanggungjawaban keuangan diatur berdasarkan tata cara yang ditetapkan oleh pengurus DWP Pusat.

BAB IX

ATRIBUT



Pasal 30



1.Atribut DWP meliputi lambang, panji, vandel, bendera olah raga, papan nama, lencana, himne, dan mars, serta pakaian seraaam.

2.Jenis, bentuk, ukuran, warna, dan cara penggunaan atribut sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) pasal ini diatur lebih lanjut oleh pengurus DWP Pusat.

BAB X

TATA KERJA



Pasal 31



1.Tata kerja dan pelaksanaan program kerja DWP diatur dalam Pedoman Tata Kerja DWP dan Pelaksanaan Program Kerja DWP yang dibuat oleh pengurus DWP Pusat.

2.Pengurus DWP pada semua tingkatan dalam melaksanakan kegiatannya mengacu Pedoman Tata Kerja DWP dan Pedoman Pelaksanaan Program Kerja DWP.

BAB XI

LAIN-LAIN



Pasal 32



1.Perubahan Anggaran Rumah Tangga DWP ini dapat dilakukan oleh pengurus DWP Pusat jika terdapat hal-hal yang dipandang perlu atau perkembangan keadaan yang mempengaruhi organisasi DWP.

2.Jika suatu ketentuan dalam AD dan ART tidak jelas atau menimbulkan perbedaan tafsiran, penyelesaiannya diputuskan oleh pengurus DWP Pusat.

3.Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan diatur lebih lanjut oleh pengurus DWP Pusat.

BAB XII

PENUTUP



Pasal 33



Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.



Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 20 Mei 2005